A. Pemberontakan PKI di Madiun Tahun 1948
B. Peristiwa Tragedi Nasional G 30 S/PKI Tahun 1965
A. Pemberontakan PKI di Madiun Tahun 1948
A. Latar belakang
Setelah penandatanganan Persetujuan Renville,timbul pro dan kontra terhadap persetujuan tersebut. Pada waktu itu, Partai Masyumi dan PNI menarik diri dari kabinet. Masyumi dan PNI adalah dua partai besar pendukung kabinet yang dipimpin Amir Syarifuddin. Akibatnya, Kabinet Amir Syarifuddin jatuh.
Kabinet baru pun dibentuk dengan Mohammad Hatta sebagai Perdana Menteri. Akan tetapi, partai-partai yang berhaluan sosialis-komunis tidak ikut dalam kabinet yang baru tersebut. Akibatnya, terjadilah pertentangan yang makin tajam antara kelompok sosialis-komunis dan pendukung Kabinet Hatta.
Amir Syarifuddin menentang politik pemerintah. Ia mendirikan Front Demokrasi Rakyat (FDR). Front Demokrasi Rakyat ini terdiri dari organisasiorganisasi ekstrem kiri. Mereka melancarkan propaganda antipemerintah, melakukan pemogokan, dan pengacauan.
Membahas tentang pemberontakan PKI di Madiun tidak bisa lepas dari jatuhnya kabinet Amir Syarifuddin tahun 1948. Mengapa kabinet Amir jatuh? Jatuhnya kabinet Amir disebabkan oleh kegagalannya dalam Perundingan Renville yang sangat merugikan Indonesia. Untuk merebut kembali kedudukannya, pada tanggal 28 Juni 1948 Amir Syarifuddin membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR).
Untuk memperkuat basis massa, FDR membentuk organisasi kaum petani dan buruh. Selain itu dengan memancing bentrokan dengan menghasut buruh. Puncaknya ketika terjadi pemogokan di pabrik karung Delanggu (Jawa Tengah) pada tanggal 5 Juli 1959.
Pada tanggal 11 Agustus 1948, Musso tiba dari Moskow. Amir dan FDR segera bergabung dengan Musso. Untuk memperkuat organisasi, maka disusunlah doktrin bagi PKI. Doktrin itu bernama Jalan Baru.
PKI banyak melakukan kekacauan, terutama di Surakarta. Oleh PKI daerah Surakarta dijadikan daerah kacau (wildwest). Sementara Madiun dijadikan basis gerilya. Pada tanggal 18 September 1948, Musso memproklamasikan berdirinya pemerintahan Soviet di Indonesia. Tujuannya untuk meruntuhkan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan menggantinya dengan negara komunis. Pada waktu yang bersamaan, gerakan PKI dapat merebut tempat-tempat
penting di Madiun.
Untuk menumpas pemberontakan PKI, pemerintah melancarkan operasi militer. Dalam hal ini peran Divisi Siliwangi cukup besar. Di samping itu, Panglima Besar Jenderal Soedirman memerintahkan Kolonel Gatot Subroto di Jawa Tengah dan Kolonel Sungkono di Jawa Timur untuk mengerahkan pasukannya menumpas pemberontakan PKI di Madiun. Dengan dukungan rakyat di berbagai tempat, pada tanggal 30 September 1948, kota Madiun berhasil direbut kembali oleh tentara Republik. Pada akhirnya tokoh-tokoh PKI seperti Aidit dan Lukman melarikan diri ke Cina dan Vietnam. Sementara itu, tanggal 31 Oktober 1948 Musso tewas ditembak. Sekitar 300 orang ditangkap oleh pasukan Siliwangi pada tanggal 1 Desember 1948 di daerah Purwodadi, Jawa Tengah.
Pokok-pokok Jalan Baru atau koreksi besar yang dilakukan oleh Musso berisi:
1. PKI sejak proklamasi seharusnya sudah muncul dan berperan sebagai pemimpin revolusi.
2. Persetujuan Renville adalah kesalahan besar yang mencelakakan dan berbau reaksioner.
3. Kabinet Amir seharusnya tidak mengundurkan diri sebab pokok di setiap revolusi adalah kekuasaan negara.
4. Untuk sementara perlu dibentuk Front Nasional.
Dengan ditumpasnya pemberontakan PKI di Madiun, maka selamatlah bangsa dan negara Indonesia dari rongrongan dan ancaman kaum komunis yang bertentangan dengan ideologi Pancasila. Penumpasan pemberontakan PKI dilakukan oleh bangsa Indonesia sendiri, tanpa bantuan apa pun dan dari siapa pun. Dalam kondisi bangsa yang begitu sulit itu, ternyata RI sanggup menumpas pemberontakan yang relatif besar oleh golongan komunis dalam waktu singkat.
B. Peristiwa Tragedi Nasional G 30 S/PKI Tahun 1965
1. Kondisi Politik Menjelang G 30 S/PKI
Doktrin Nasakom yang dikembangkan oleh Presiden Soekarno memberi keleluasaan PKI untuk memperluas pengaruh. Usaha PKI untuk mencari pengaruh didukung oleh kondisi ekonomi bangsa yang semakin memprihatinkan. Dengan adanya nasakomisasi tersebut, PKI menjadi salah satu kekuatan yang penting pada masa Demokrasi Terpimpin bersama Presiden Soekarno dan Angkatan Darat.
Pada akhir tahun 1963, PKI melancarkan sebuah gerakan yang disebut “aksi sepihak”. Para petani dan buruh, dibantu para kader PKI, mengambil alih tanah penduduk, melakukan aksi demonstrasi dan pemogokan.
Untuk melancarkan kudeta, maka PKI membentuk
Biro Khusus yang diketuai oleh Syam Kamaruzaman. Biro Khusus tersebut mempunyai tugas-tugas berikut.
A. Menyebarluaskan pengaruh dan ideologi PKI ke dalam tubuh ABRI.
B. Mengusahakan agar setiap anggota ABRI yang telah bersedia menjadi anggota PKI dan telah disumpah dapat membina anggota ABRI lainnya.
C. Mendata dan mencatat para anggota ABRI yang telah dibina atau menjadi pengikut PKI agar sewaktuwaktu dapat dimanfaatkan untuk kepentingannya.
Memasuki tahun 1965 pertentangan antara PKI dengan Angkatan Darat semakin meningkat. D.N. Aidit sebagai pemimpin PKI beserta Biro Khususnya, mulai meletakkan siasat-siasat untuk melawan komando puncak AD. Berikut ini siasat-siasat yang ditempuh oleh Biro Khusus PKI.
A. Memojokkan dan mencemarkan komando AD dengan tuduhan terlibat dalam persekongkolan (konspirasi) menentang RI, karena bekerja sama dengan Inggris dan Amerika Serikat.
B. Menuduh komando puncak AD telah membentuk “Dewan Jenderal” yang tujuannya menggulingkan Presiden Soekarno.
C. Mengorganisir perwira militer yang tidak mendukung adanya “Dewan Jenderal”.
D. Mengisolir komando AD dari angkatan-angkatan lain.
E. Mengusulkan kepada pemerintah agar membentuk Angkatan Kelima yang terdiri dari para buruh dan petani yang dipersenjatai.
Ketegangan politik antara PKI dan TNI AD mencapai puncaknya setelah tanggal 30 September 1965 dini hari, atau awal tanggal 1 Oktober 1965. Pada saat itu terjadi penculikan dan pembunuhan terhadap para perwira Angkatan Darat.
2. Seputar Penculikan Para Jenderal AD, Usaha Kudeta, dan Operasi Penumpasan
Peristiwa penculikan dan pembunuhan terhadap para perwira AD, kemudian dikenal Gerakan 30 S/PKI. Secara rinci para pimpinan TNI yang menjadi korban PKI ada 10 orang, yaitu 8 orang di Jakarta dan 2 orang di Yogyakarta. Mereka diangkat sebagai Pahlawan Revolusi. Berikut ini para korban keganasan PKI.
a. Di Jakarta
1) Letjen Ahmad Yani, Men/Pangad.
2) Mayjen S.Parman, Asisten I Men/Pangad.
3) Mayjen R. Suprapto, Deputi II Men/Pangad.
4) Mayjen Haryono, M.T, Deputi III Men/Pangad.
5) Brigjen D.I. Panjaitan, Asisten IV Men/Pangad.
6) Brigjen Sutoyo S, Inspektur Kehakiman/Oditur Jendral TNI AD.
7) Lettu Piere Andreas Tendean, Ajudan Menko Hankam/ Kepala Staf Angkatan Bersenjata.
8) Brigadir Polisi Karel Sasuit Tubun, Pengawal rumah Wakil P.M. II Dr. J. Leimena.
b. Di Yogyakarta
1) Kolonel Katamso D, Komandan Korem 072 Yogyakarta.
2) Letnan Kolonel Sugiyono M., Kepala Staf Korem 072 Yogyakarta.
Jenderal Nasution berhasil meloloskan diri. Akan tetapi putrinya Ade Irma Suryani tertembak yang akhirnya meninggal tanggal 6 Oktober 1965, dan salah satu ajudannya ditangkap. Ajudan Nasution (Lettu Pierre A. Tendean), mayat tiga jenderal, dan tiga jenderal lainnya yang masih hidup dibawa menuju Halim.
Di Halim, para jenderal yang masih hidup dibunuh secara kejam. Sejumlah anggota Gerwani dan Pemuda Rakyat terlibat dalam aksi pembunuhan tersebut. Ketujuh mayat kemudian dimasukkan dalam sebuah sumur yang sudah tidak dipakai lagi di Lubang Buaya. Untuk mengenang peristiwa yang mengerikan tersebut, di Lubang Buaya dibangun Monumen Pancasila Sakti.
Peristiwa pembunuhan juga terjadi di daerah Yogyakarta. Komandan Korem 072 Yogyakarta Kolonel Katamso dan Kepala Stafnya Letkol Sugiyono diculik dan dibunuh oleh kaum pemberontak di Desa Kentungan.
Pagi hari sekitar jam 07.00 WIB Letkol Untung berpidato di RRI Jakarta. Dalam pidatonya, Letkol Untung mengatakan bahwa “Gerakan 30 September”
adalah suatu kelompok militer yang telah bertindak untuk melindungi Presiden Soekarno dari kudeta. Kudeta itu direncanakan oleh suatu dewan yang terdiri atas jenderal-jenderal Jakarta yang korup yang menikmati penghasilan tinggi dan menjadi kaki tangan CIA (Agen Rahasia Amerika).
Setelah mendengar pidato Letkol Untung di RRI, timbul kebingungan di dalam masyarakat. Presiden Soekarno berangkat menuju Halim. Presiden mengeluarkan perintah agar seluruh rakyat Indonesia tetap tenang dan meningkatkan kewaspadaan, serta menjaga persatuan. Diumumkan pula bahwa pimpinan Angkatan Darat untuk sementara waktu berada langsung di tangan presiden sebagai Panglima Tertinggi ABRI. Selain itu melaksanakan tugas seharihari ditunjuk Mayjen Pranoto. Namun, di saat yang sama, tanpa sepengetahuan presiden Mayjen Soeharto mengangkat dirinya sebagai pimpinan AD.
3. Penumpasan G 30 S/PKI
Pada tanggal 2 Oktober 1965 Presiden Soekarno memanggil semua panglima angkatan ke Istana Bogor. Dalam pertemuan tersebut Presiden Soekarno mengemukakan masalah penyelesaian peristiwa G 30 S/PKI. Dalam rangka penjelasan G 30 S/PKI, presiden menetapkan kebijaksanaan berikut.
a. Penyelesaian aspek politik akan diselesaikan sendiri olehpresiden.
b. Penyelesaian aspek militer dan administratif diserahkan kepada Mayjen Pranoto
c. Penyelesaian militer teknis, keamanan, dan ketertiban diserahkan kepada Mayjen Soeharto
Upaya Penumpasan G 30 S/PKI dari Aspek Militer
Untuk menumpas kekuatan PKI, pemerintah melancarkan operasi militer. Setelah berhasil menghimpun pasukan lain termasuk Divisi Siliwangi dan Kaveleri, Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) yang dipimpin Kolonel Sarwo Edhie Wibowo, Panglima Kostrad, mulai memimpin operasi penumpasan.
A. Pada tanggal 1 Oktober 1965, beberapa tempat penting seperti RRI dan Telkom telah dapat diambil alih oleh pasukan RPKAD tanpa pertumpahan darah.
B. Pada hari yang sama, Mayjen Soeharto mengumumkan beberapa hal penting berikut melalui RRI.
1. Penumpasan G 30 S/PKI oleh angkatan militer.
2. Dewan Revolusi Indonesia telah demisioner.
3. Menganjurkan kepada rakyat agar tetap tenang dan waspada.
C. Pada tanggal 2 Oktober 1965 pasukan RPKAD berhasil menguasai kembali Bandara Halim Perdanakusuma.
D. Pada tanggal 3 Oktober 1965, atas petunjuk anggota polisi yang bernama Sukitman berhasil ditemukan sumur tua yang digunakan untuk menguburkan jenazah para perwira AD.
E. Pada tanggal 5 Oktober 1965, jenazah para Jenderal AD dimakamkan dan mendapat penghargaan sebagai Pahlawan Revolusi.
Untuk menumpas G 30 S/PKI di Jawa Tengah, diadakan operasi militer yang dipimpin oleh Pangdam VII, Brigadir Suryo Sumpeno. Penumpasan di Jawa Tengah memakan waktu yang lama karena daerah ini merupakan basis PKI yang cukup kuat dan sulit mengidentifikasi antara lawan dan kawan.
Untuk mengikis sisa-sisa G 30 S/PKI di beberapa daerah dilakukan operasi-operasi militer berikut.
a. Operasi Merapi di Jawa Tengah oleh RPKAD di bawah pimpinan Kolonel Sarwo Edhie Wibowo.
b. Operasi Trisula di Blitar Selatan dipimpin Kolonel Muh. Yasin dan Kolonel Wetermin.
Akhirnya dengan berbagai operasi militer, pimpinan PKI D.N. Aidit dapat ditembak mati di Boyolali dan Letkol Untung Sutopo ditangkap di Tegal.
Riska Reza Juliani
Kelas : IX.1. SMPN Mg.Sakti
Tugas
Menyusun Ringkasan Mata pelajaran IPS SMP Negeri Megang Sakti Maret 2012